Artikel

JURNAL RSUD AJIBARANG

Reset Filter
Tahun Publikasi: 08 Aug 2024
TETANUS DAN ICU

  • Author: Yuniar Dwi Martanti, S.Kep., Ns

Tetanus merupakan salah satu penyakit yang memerlukan penatalaksanaan Intensive Care Unit (ICU) dan memiliki angka kematian yang relative tinggi. Menurut Jaya & Aditya, 2018 di negara berkembang, mortalitas tetanus melebihi 50% dengan perkiraan jumlah kematian 800.000 – 1.000.000 pertahun. Sebagian besar pasien yang menderita tetanus merupakan laki-laki dengan riwayat imunisasi yang kurang serta buruknya proses perawatan luka (Teny, Maritim & Bhatt, 2022). Adapun tetanus pada neonatal dimana bakteri masuk melalui umbilicus bayi dari ibu yang tidak mendapatkan imunisasi tetanus toxoid saat hamil memiliki angka kematian tertinggi (Karnad&Gupta, 2021)

Tetanus disebabkan oleh neurotoksin yang dilepaskan oleh Clostridium tetani yang merupakan bakteri anaerob. Masa inkubasi selama 3 – 21 hari dan dapat lebih singkat pada tetanus neonatal yaitu sekitar 5 – hari (Thwaites, 2022). Pada 80%−90% penderita, gejala muncul 1–2 minggu setelah terinfeksi.  Selang waktu sejak munculnya gejala pertama sampai terjadinya spasme pertama disebut periode onset. Periode onset maupun periode inkubasi secara signifkan menentukan prognosis. Makin singkat (periode onset < 48 jam dan inkubasi < 7 hari) menunjukkan semakin berat penyakitnya (Jaya & Aditya, 2018).

Tahun Publikasi: 08 Aug 2024
SENI MERAWAT MENTAL UNTUK MEMBERIKAN PELAYANAN YANG OPTIMAL KEPADA PASIEN

  • Author: NURUL YUNITA, S.Psi.,M.Psi.Psikolog

Seni merawat mental merupakan pendekatan holistik yang mengintegrasikan keterampilan teknis dan empati dalam memberikan pelayanan kesehatan jiwa yang optimal. Dalam konteks ini, layanan yang optimal tidak hanya melibatkan diagnosis dan pengobatan klinis tetapi juga memahami dan menghargai dimensi emosional, sosial, dan spiritual pasien. Melalui pendekatan ini, tenaga kesehatan mental diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang mendukung, di mana pasien merasa diterima, dipahami, dan dihargai. Proses merawat mental melibatkan komunikasi yang efektif, mendengarkan dengan penuh perhatian, dan menciptakan rencana perawatan yang disesuaikan dengan kebutuhan individu. Pendekatan ini juga menekankan pentingnya perawatan diri bagi profesional kesehatan mental untuk menjaga keseimbangan emosional mereka sendiri. Implementasi seni merawat mental yang efektif dapat meningkatkan hasil perawatan, mengurangi stres pasien, dan memperkuat hubungan terapeutik. Oleh karena itu, pelatihan dan pengembangan keterampilan dalam seni merawat mental merupakan komponen krusial untuk mencapai pelayanan kesehatan jiwa yang berkualitas dan holistik.

Tahun Publikasi: 30 Jun 2024
The Effect of Massage Therapy on Pain Intensity in Fracture Patients : A Systematic Review

https://doi.org/10.33755/jkk

  • Author: Gunawan, S.Kep.,Ns

abstrak

oleh : Gunawan, S.Kep.,Ns.

(Perawat Rsud Ajibarang)

Aims: Pain disorders are common in patients with fracture disease. Massage therapy is considered effective for reducing the pain intensity of fracture patients.

The Purpose of the Systematic review is to investigate the effect of massage therapy on pain intensity in patients with fractures.

Methods:The English full-text research publications from 2012 to 2023 that were found using the Google Scholar, Pubmed, and Science Direct databases were published in China (4 articles) and Iran (2 articles). Using the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA) techniques, articles were chosen. Quality assessment was conducted using the Joanna Briggs Institute (JBI) Critical Appraisal Skills Programme. Six articles examined pain intensity with the usual Visual Analogue Scale (VAS).

Results:The outcomes achieved were Six articles. It has also been demonstrated to lessen fracture patients' pain. Numerous massage therapy techniques, such as foot massage, reflexology massage, auricular acupressure, and elbow massage therapy, were employed in the studies that made up the evaluation. In the intervention and control groups, the mean pain intensity scores before and after the intervention were 5.72 + 0.97 and 5.66 + 0.92, respectively. The three measures of pain intensity in the intervention group showed a significant difference, according to the Friedman test.

Conclusion: The analysis concludes that massage therapy is a highly effective means of reducing pain in those who have suffered fractures. More investigation is need to confirm these results and assess different forms of massage therapy, though.Keywords:Fracture, Massage Therapy, Pain, Randomized Controlled Trial, Visual Analog Scale

sumber : https://journal.stikep-ppnijabar.ac.id/index.php/jkk/article/view/667/428 

Tahun Publikasi: 08 Aug 2024
KONSEP DASAR DAN TEKNIK KOMUNIKASI

  • Author: dr. Igun Winarno, Sp.An-TI, FISQua

Konsep dasar komunikasi merupakan fondasi penting dalam berinteraksi, baik di lingkungan pribadi maupun profesional. Komunikasi adalah proses pertukaran informasi, ide, perasaan, atau pesan antara dua atau lebih individu. Tujuan utama dari komunikasi adalah untuk menciptakan pemahaman yang saling berbagi antara pihak-pihak yang terlibat. Proses ini melibatkan beberapa komponen utama, seperti pengirim (sender), pesan, saluran komunikasi, penerima (receiver), umpan balik (feedback), dan gangguan (noise)​

Pengirim pesan bertanggung jawab untuk mengkodekan ide atau informasi menjadi bentuk yang dapat dipahami oleh penerima. Pesan ini kemudian disampaikan melalui saluran komunikasi yang dipilih, baik itu lisan, tertulis, atau non-verbal. Penerima pesan harus menguraikan atau menginterpretasikan pesan tersebut dan memberikan umpan balik kepada pengirim untuk menunjukkan bahwa pesan telah diterima dan dipahami. Gangguan, baik fisik maupun psikologis, dapat menghalangi proses komunikasi ini, menyebabkan pesan tidak diterima atau dipahami dengan baik.

Jenis-jenis komunikasi mencakup komunikasi verbal dan non-verbal, komunikasi interpersonal dan massa, serta komunikasi formal dan non-formal. Komunikasi interpersonal, misalnya, melibatkan interaksi langsung antara individu-individu dan sering kali mencakup penggunaan empati dan keterlibatan pribadi untuk memastikan pesan diterima dengan jelas. Di sisi lain, komunikasi massa lebih terstruktur dan cenderung menyasar audiens yang lebih luas melalui media seperti televisi, radio, atau internet​

Hambatan dalam komunikasi bisa bermacam-macam, mulai dari gangguan fisik seperti kebisingan, hingga perbedaan budaya dan persepsi. Untuk mengatasi hambatan ini, prinsip-prinsip dasar komunikasi seperti keterbukaan, kejelasan, relevansi, dan konsistensi harus diterapkan. Dengan memahami dan menerapkan konsep dasar komunikasi ini, individu dapat meningkatkan efektivitas interaksi mereka, membangun hubungan yang lebih baik, dan mengurangi konflik. Komunikasi yang efektif juga penting untuk meningkatkan kolaborasi, kepemimpinan, dan kesuksesan karier​

Tahun Publikasi: 06 Aug 2024
ETIKA DAN PENAMPILAN KERJA

  • Author: Rosana Nur Wulandari, S.Kep.,Ns.

Etika dalam penampilan kerja dan performa sangat penting di lingkungan rumah sakit, karena mencerminkan profesionalisme dan kepercayaan yang diberikan kepada pasien. Penampilan yang rapi dan sesuai dengan standar rumah sakit, seperti mengenakan seragam yang bersih dan sopan, membantu menciptakan kesan pertama yang positif. Hal ini sangat penting karena pasien dan keluarga mereka sering kali dalam situasi yang penuh tekanan dan kecemasan, sehingga penampilan yang profesional dapat memberikan rasa aman dan nyaman.

Performa kerja di rumah sakit tidak hanya mencakup keterampilan teknis dan medis, tetapi juga etika dalam menjalankan tugas. Petugas kesehatan harus menunjukkan komitmen yang tinggi terhadap tugas mereka, seperti memberikan perawatan yang terbaik, menjaga kerahasiaan pasien, dan bekerja dengan integritas. Menyelesaikan tugas dengan tepat waktu dan memastikan bahwa setiap tindakan medis dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar adalah bentuk etika yang harus dijunjung tinggi.

Kerja sama tim adalah aspek penting lainnya dalam etika kerja di rumah sakit. Petugas kesehatan harus mampu bekerja sama dengan rekan kerja dari berbagai disiplin ilmu untuk memberikan perawatan yang komprehensif dan efektif. Menghargai kontribusi setiap anggota tim dan berkomunikasi dengan baik sangat penting untuk menghindari kesalahan medis dan meningkatkan kualitas perawatan pasien. Selain itu, mendengarkan dan memberikan umpan balik yang konstruktif dapat meningkatkan kinerja tim secara keseluruhan.

Untuk menjaga etika dalam penampilan dan performa, petugas kesehatan harus terus mengembangkan diri melalui pelatihan dan pendidikan berkelanjutan. Ini termasuk mengikuti pelatihan keterampilan teknis dan soft skills seperti komunikasi, manajemen waktu, dan kepemimpinan. Dengan menjaga penampilan yang profesional dan meningkatkan performa kerja secara terus-menerus, petugas kesehatan dapat memberikan perawatan terbaik kepada pasien dan berkontribusi pada lingkungan rumah sakit yang positif dan profesional.

Tahun Publikasi: 07 Aug 2024
Service excellence

  • Author: dr. Igun Winarno, Sp.An-TI, FISQua

Service excellence, atau pelayanan prima, merupakan konsep penting yang menekankan pada pemberian layanan terbaik kepada pelanggan, guna memenuhi atau bahkan melebihi ekspektasi mereka. Di era globalisasi dan persaingan yang semakin ketat, kualitas pelayanan menjadi salah satu faktor kunci yang membedakan suatu organisasi dari para pesaingnya. Oleh karena itu, penerapan service excellence tidak hanya penting bagi perusahaan yang bergerak di sektor jasa, tetapi juga bagi semua jenis organisasi yang berinteraksi dengan pelanggan atau klien.

Dalam mencapai service excellence, terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan, seperti kecepatan, ketepatan, keramahan, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan kebutuhan pelanggan. Kecepatan dan ketepatan dalam memberikan layanan memastikan bahwa pelanggan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dengan efisien dan tanpa penundaan yang tidak perlu. Sementara itu, keramahan dan sikap positif dari staf pelayanan menciptakan pengalaman yang menyenangkan dan membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggan.

Service excellence juga memerlukan komitmen dari seluruh tingkat organisasi, mulai dari manajemen puncak hingga staf garis depan. Manajemen harus menyediakan sumber daya dan pelatihan yang diperlukan untuk mendukung staf dalam memberikan layanan terbaik. Selain itu, penting bagi organisasi untuk terus melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap proses pelayanan mereka, agar dapat beradaptasi dengan perubahan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Akhirnya, penerapan service excellence tidak hanya memberikan keuntungan bagi pelanggan, tetapi juga bagi organisasi itu sendiri. Dengan memberikan pelayanan yang luar biasa, organisasi dapat meningkatkan kepuasan pelanggan, loyalitas, dan reputasi mereka di pasar. Hal ini pada gilirannya akan membawa dampak positif terhadap pertumbuhan bisnis dan keberlanjutan jangka panjang. Oleh karena itu, investasi dalam service excellence merupakan langkah strategis yang krusial bagi kesuksesan setiap organisasi.

Tahun Publikasi: 08 Aug 2024
MANAJEMEN KOMPLAIN

  • Author: Ninu Desyarni, S.Kep.,Ns.

Manajemen komplain merupakan aspek penting dalam menjaga hubungan baik antara organisasi dan pelanggannya. Ketika pelanggan mengajukan komplain, ini bukan hanya sebuah kritik, tetapi juga peluang bagi organisasi untuk memperbaiki layanan dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Manajemen komplain yang efektif dapat membantu organisasi mengidentifikasi masalah yang mungkin tidak terlihat, memahami kebutuhan dan harapan pelanggan, serta meningkatkan kualitas produk atau layanan yang diberikan.

Langkah pertama dalam manajemen komplain adalah penerimaan dan pencatatan komplain dengan baik. Pelanggan harus diberikan saluran yang mudah diakses untuk menyampaikan keluhan mereka, baik melalui telepon, email, atau platform digital lainnya. Setelah komplain diterima, sangat penting untuk mencatat detail keluhan tersebut secara akurat, termasuk informasi mengenai pelanggan, waktu kejadian, dan deskripsi masalah. Pendokumentasian yang baik memungkinkan organisasi untuk melacak dan menganalisis komplain secara efektif.

Setelah komplain tercatat, langkah berikutnya adalah penanganan komplain. Organisasi harus merespons komplain dengan cepat dan profesional. Ini termasuk memberikan tanggapan awal kepada pelanggan untuk memastikan bahwa keluhan mereka telah diterima dan sedang dalam proses penanganan. Selanjutnya, investigasi harus dilakukan untuk memahami akar penyebab masalah. Tim yang bertanggung jawab perlu berkoordinasi dengan departemen terkait untuk menemukan solusi yang tepat. Penanganan yang cepat dan efektif menunjukkan komitmen organisasi terhadap kepuasan pelanggan.

Tahap terakhir adalah memberikan umpan balik dan penyelesaian kepada pelanggan. Setelah masalah teridentifikasi dan solusi ditemukan, penting untuk menginformasikan pelanggan mengenai langkah-langkah yang telah diambil untuk menyelesaikan komplain mereka. Organisasi juga harus memonitor hasil penyelesaian untuk memastikan bahwa pelanggan puas dengan solusi yang diberikan. Selain itu, informasi dari komplain harus digunakan untuk melakukan perbaikan berkelanjutan dalam proses dan layanan organisasi. Dengan demikian, manajemen komplain yang baik tidak hanya menyelesaikan masalah pelanggan, tetapi juga mendorong peningkatan kualitas secara keseluruhan.

Tahun Publikasi: 07 Aug 2024
KESIAPSIAGAAN RSUD AJIBARANG DALAM MENGHADAPI BENCANA

  • Author: Junianto, S.Kep.,Ns.

Bencana bisa datang kapan saja dan dimana saja dengan jenis dan tingkat keparahan yang tidak bisa kita prediksi. Tetapi efek bencana dapat dikita kendalikan dengan mitigasi yang baik. Lalu apa itu bencana? Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh factor alam dan atau factor non alam maupun factor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis3. Bencana menjadi penyebab utama timbulnya permasalahan di seluruh dunia, terjadi secara tiba-tiba akibat faktor alam, non alam dan sosial yang merusak kehidupan manusia dan harta benda. Indonesia dijuluki sebagai area “Cincin Api Pasifik” atau “ Ring of Fire” menjadi penyebab sering terjadi bencana alam yang tebukti pada tahun 2021 bencana alam terjadi sebanyak 3.532 kejadian, tahun 2022 sebanyak 2.399 dan pada tahun 2023 terhitung sampai Juli sebanyak 655 kejadian bencana1. Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia BNPB pada tahun 2021 bencana alam terjadi sebanyak 3.532 kejadian, dengan 1.195 kejadian banjir urutan pertama, disusul dengan tanah longsor, putting beliung dan bencana lainnya. Kemudian pada tahun 2022 sebanyak 2.399 dan pada tahun 2023 terhitung sampai Juli sebanyak 655 kejadian bencana dengan tanah longsor, puting beliung, banjir, gempa bumi, dan lain-lain4. Keadaan tersebut mengakibatkan banyaknya korban meninggal, kerusakan fasilitas umum dan kerugian harta benda. Garda terdepan dalam pelayanan kesehatan dan penanganan korban bencana adalah Rumah Sakit.

Tahun Publikasi: 08 Aug 2024
BANTUAN HIDUP DASAR DAN CODE BLUE

  • Author: dr. Dita Wahyu Rahman

Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support atau BLS) adalah serangkaian tindakan medis darurat yang dilakukan untuk mempertahankan sirkulasi dan pernapasan pada individu yang mengalami henti jantung atau henti napas. BLS melibatkan teknik seperti Resusitasi Jantung Paru (CPR), penggunaan Automatic External Defibrillator (AED), dan manuver penanganan jalan napas. Tujuan utama dari BLS adalah untuk memastikan bahwa aliran oksigen ke otak dan organ vital lainnya tetap terjaga hingga bantuan medis yang lebih lanjut dapat diberikan. Pelatihan dan sertifikasi dalam BLS penting bagi tenaga medis dan juga masyarakat umum, karena tindakan cepat dan tepat dapat meningkatkan peluang bertahan hidup korban.

Code Blue adalah istilah yang digunakan di rumah sakit untuk mengindikasikan keadaan darurat medis, khususnya ketika seorang pasien mengalami henti jantung atau pernapasan. Ketika Code Blue diumumkan, tim resusitasi yang terdiri dari dokter, perawat, dan teknisi medis segera merespons dengan membawa peralatan dan obat-obatan yang diperlukan untuk melakukan resusitasi. Tim ini bekerja dengan cepat dan terkoordinasi untuk memulihkan fungsi jantung dan pernapasan pasien. Protokol Code Blue dirancang untuk memastikan respons yang efisien dan efektif, karena setiap detik sangat berharga dalam situasi ini.

Pelaksanaan BLS dalam situasi Code Blue mencakup beberapa langkah kritis. Pertama, penolong harus segera menilai responsivitas pasien dan memanggil bantuan. Jika pasien tidak responsif dan tidak bernapas atau hanya megap-megap, penolong harus segera memulai CPR dengan rasio kompresi dada dan bantuan napas yang sesuai. Penggunaan AED harus dilakukan secepat mungkin jika tersedia, karena defibrilasi dini dapat mengembalikan irama jantung normal pada beberapa jenis henti jantung. Selama pelaksanaan BLS, penting untuk memastikan kompresi dada berkualitas tinggi dan minimal gangguan pada kompresi.

Keseluruhan prosedur BLS dan respons Code Blue memerlukan latihan berulang dan koordinasi tim yang baik. Rumah sakit secara rutin melakukan pelatihan dan simulasi Code Blue untuk memastikan bahwa semua staf medis siap menghadapi situasi darurat dengan efektif. Evaluasi dan debriefing setelah kejadian Code Blue juga penting untuk memperbaiki prosedur dan mengidentifikasi area yang memerlukan peningkatan. Dengan kesiapan yang baik dan penerapan protokol yang tepat, peluang keselamatan dan pemulihan pasien dalam situasi darurat dapat meningkat secara signifikan.

Tahun Publikasi: 08 Aug 2024
Penanganan Diabetes Mellitus di RSUD Ajibarang: Kasus dan Solusi

  • Author: Primanita Ulfah, S.Kep.,Ns.

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar gula darah tinggi akibat kekurangan insulin atau ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan insulin secara efektif. DM adalah salah satu penyakit kronis yang prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia. Penyakit ini tidak hanya berdampak pada kualitas hidup penderitanya, tetapi juga memicu berbagai komplikasi serius yang dapat mengancam nyawa dan membutuhkan perawatan intensif.

DM terbagi menjadi 2 tipe, adalah DM tipe 1, terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi insulin karena kerusakan pada sel beta pankreas dan DM tipe 2 terjadi ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif (resistensi insulin), sering dikaitkan dengan obesitas dan gaya hidup tidak sehat. Faktor resiko DM diantaranya adalah pola makan tidak sehat: konsumsi makanan tinggi gula dan lemak, gaya hidup tidak sehat: kurangnya aktivitas fisik, begadang, obesitas: berat badan berlebih meningkatkan risiko DM tipe 2, kurangnya edukasi kesehatan: banyak masyarakat yang belum memahami pentingnya pencegahan dan pengelolaan DM.

DM tidak hanya ditandai oleh kadar gula darah yang tinggi, tetapi juga oleh berbagai komplikasi jangka panjang yang dapat mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Salah satu komplikasi yang paling serius adalah gagal ginjal. DM merusak pembuluh darah di ginjal, mengganggu fungsi penyaringan, dan menyebabkan penumpukan limbah di dalam tubuh. Menurut data dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), sekitar 50% pasien yang menjalani dialisis atau cuci darah di Indonesia adalah penderita DM. Komplikasi Lainnya : Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah: Penderita DM memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit pembuluh darah perifer, Neuropati Diabetik: Kerusakan saraf akibat DM dapat menyebabkan nyeri, kesemutan, dan kehilangan fungsi pada anggota tubuh tertentu, Retinopati Diabetik: Komplikasi ini dapat menyebabkan kehilangan penglihatan dan merupakan salah satu penyebab utama kebutaan pada orang dewasa, Luka Kronis dan Amputasi: DM dapat menghambat penyembuhan luka, yang sering kali berujung pada infeksi parah dan amputasi.

Tahun Publikasi: 08 Aug 2024
MENGGUGAH SOFT SKILL PERAWAT

  • Author: Ninu Desyarni, S.Kep.,Ns.

Profesi perawat lekat dengan nilai “caring”, dimana di dalam bekerja perawat sering kali berhadapan pada situasi yang menuntutnya mendahulukan kepentingan pasien dan kelangsungan pelayanan di tempatnya bekerja. Sehingga, perawat dikatakan juga sebagai profesi yang memiliki nilai altruism, yaitu memberikan pertolongan kepada orang lain secara murni dan tulus. Fokus dari pelayanan yang dilakukan oleh perawat adalah kualitas hidup dan kesejahteraan pasien dan keluarganya.

Selain itu, perawat juga berhadapan dengan banyak orang, baik keluarga, sesama perawat atau pun profesi lain. Hal ini akan sangat menuntut perawat memiliki atribut keterampilan berkomunikasi. Lebih jauh lagi, profesi perawat juga sangat mengandalkan bentuk kerja di dalam tim. Dimana, bekerja di dalam tim bukanlah suatu hal yang mudah karena akan bertemu dengan banyak orang dengan level dan karakter yang berbeda pula. Untuk hal ini, perawat akan sangat membutuhkan keterampilan yang mendukung keberhasilan dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, perlu dipahami bahwa untuk dapat bertahan di dalam dunia kerja, perawat membutuhkan bukan hanya atribut hard-skill, melainkan juga soft-skill.

Penguasan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan/keahlian  teknis keperawatan disebut sebagai hard skill. Sedangkan soft skill adalah ketrampilan personal yaitu ketrampilan khusus yang bersifat nonteknis, tidak terwujud dan kepribadian yang menentukan kekuatan seseorang sebagai pemimpin, pendengar yang baik, negosiator dan mediator konflik. Softskill diartikan sebagai perilaku interpersonal dan intrapersonal yang mampu mengembangkan dan memaksimalkan kinerja yang humanis (Efendi dkk, 2010).

Beberapa hasil penelitian banyak membahas tentang hard skill dan soft skill diantaranya penelitian Abbas, dkk.(2013) menyatakan bahwa keberhasilan suatu pekerjaan 75% ditentukan oleh soft skill, dan hanya 25% oleh hard skill. Dean & East (2019) berpendapat bahwa soft-skills sangat dibutuhkan dalam era abad ini, keahlian teknis atau technical skills tidaklah cukup. Pada sebuah studi menyatakan bahwa banyak perusahaan-perusahaan yang mengeluh dikarenakan karyawan belum mengembangkan soft skillnya (Taylor, 2016). Sedangkan penelitian yang dilakukan Nunung Kholifah (2020) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara soft skill perawat dengan kualitas pelayanan.

Tahun Publikasi: 08 Aug 2024
Effect of Range of Motion Exercise on Extremity Joint Muscle Strength in Ischemic Stroke Patients a Literature review

https://doi.org/10.33755/jkk

  • Author: Nasim, S.Kep.,Ns.

Abstract
oleh : Nasim, S.Kep.,Ns.
(Kasie keperawatan RSUD Ajibarang)
 
Aims:Muscle strength and Range of Motion (ROM) are very important for ischemic stroke patients because they can prevent contractures, and increase the muscle strength of ischemic stroke patients. Range of motion (ROM) exercises in the upper extremities can increase muscle strength so that post-stroke patients can perform Activities of Daily Living independently.
Objective: To know about the effect of the effectiveness of ROM with various methods to increase muscle strength and range of motion of joints.Method:Literature review to determine range of motion exercise on limb joint muscle strength in ischemic stroke patients with 5 articles with 4 data search tools: PubMed, NCBI, Science Direct, and Proquest. The inclusion criteria were patients who had an ischemic stroke, randomized control trials, and the full text available in a literature review published in the last five years, i.e. 2018-2023, articles in English.
Results:From the articles obtained, 556 articles were found Research campresearch searched in accordance with creteria found 5 articles on the effect of range of motion exercise on muscle strength of the extremity joints in ischemic stroke patients. Positive results were obtained from the benefits of muscle strength and ROM. Clinical evidence was obtained from five journals analyzed that there was an increase in strength and range of motion and there were differences in the results of the experimental group and the control group.
Conclusion: The provision of ROM intervention techniques is proven to increase muscle strength and joint range of motion in ischemic stroke patients, so as to help patients in the process of maintaining muscle strength and joint range of motion. In the future, this activity can be done independently by patients at home.
Keywords:Motion Exercise, Muscle Strength, Range of Motion, Stroke, Review
 

Tahun Publikasi: 09 Sep 2020
PERAWATAN METODE KANGURU PADA BAYI BERAT LAHIR RENDAH

  • Author: Tri Wahyuningsih, S.Tr.Keb.,Bdn.

ABSTRACT

Tri Wahyuningsih, S.Tr.Keb.,Bdn

(Bidan RSUD Ajibarang)


Infant Mortality Rate is an indicator used to determine the degree of public health. One cause of infant death is low birth weight. Efforts to reduce infant mortality by Kangaroo Mother Care in low birth weight. The purpose of this study was to determine the effect of Kangaroo Mother Care on weight changes in low birth weight. This study uses amethod pre experimental design with a type of pre test and post test one group design. The sampling technique with accidental sampling was 32 infants RSUD Ajibarang, data analysis using paired t test. The baby's weight study on the third day after the Kangaroo Mother Care had a mean of 2002.66 grams and a SD of 168.872. The average weight gain after Kangaroo Mother Care occurred weight gain on the first day 0.47 grams; second day 15.47 grams; third day 20.62 grams; the average total weight gain for 3 days was 12.19 grams. There is an effect of Kangaroo Mother Care on changes in birth weight for 3 days in low birth weight (p value = 0,000). Suggestions for mother to be more active about implementing Kangaroo Mother Care, for health workers to improve education to the public about Kangaroo Mother Care.
Keywords: kangaroo mother care; low birth weight

sumber jurnal https://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/JSK/article/view/6425 

Tahun Publikasi: 08 Dec 2023
RSUD AJIBARANG GOES TO VILLAGE

  • Author: ESTI DWI ANANI, S.Kep.,Ns.,M.Kep.

ESTI DWI ANANI, S.Kep.,Ns.,M.Kep.

(kasie PSDM dan Mutu RSUD AJibarang)

Sesuai dengan visi Kabupaten Banyumas “ Menjadikan Banyumas yang Maju, Adil-Makmur dan Mandiri ”, dan misi kedua yaitu “Meningkatkan kualitas hidup warga melalui pemenuhan kebutuhan dan layanan dasar pendidikan dan kesehatan, RSUD Ajibarang sangat mendukung visi dalam RPJMD yaitu “Menjadi Rumah Sakit Unggulan Dengan Pelayanan Profesional”, dengan misi “Menyelenggarakan Pelayanan Bermutu Yang Berorientasi Pada Pasien“ Tugas utama Rumah Sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, sedangkan fungsi rumah sakit adalah: Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, oleh karena itu diperlukan perbaikan secara terus menerus untuk pengingkatan kualitas pelayanan publik. Ukuran keberhasilan penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh Perbaikan tingkat Kesehatan Pasien dan kepuasan masyarakat sesuai yang diharapkan serta capaian standar pelayanan minimal.

Kewajiban rumah sakit adalah memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada masyarakat. Informasi pelayanan dan prosedur yang ada di rumah sakit telah disosialisasikan melalui media elektronik dan cetak, namun belum menunjukan dampak. yang signifikan terhadap penunggunaan inovasi maupun kunjungan ke rumah sakit. Kabupaten Banyumas barat yang berupa pedesaan, tingkat pendidikan rendah serta ekonomi kelas menengah ke bawah menjadikan ketertarikan terhadap informasi media online masih rendah. Kunjungan pasien Rawat Jalan tahun 2022 sebesar 114.506 dengan pemanfaatan aplikasi yang sediakan oleh RS sebesar 68%. Sedangkan penggunaan aplikasi JKN mobile yang diterapkan tahun 2023 dengan capaian Januari-Agustus 2023 sebesar 2,1% dan kerjasama dengan BPJS menetapkan angka penggunaan aplikasi JKN mobile sebesar 15% dari jumlah kunjungan.

sumber : https://www.persi.or.id/wp-content/uploads/2023/10/2.K2_RSUD-Ajibarang_RSUD-Ajibarang-Goes-To-Village_Esti082227971999-esti-dwianani.pdf 

Tahun Publikasi: 08 Dec 2023
GERGAJI SEPUR (GERAKAN MENGAJI RUTIN DAN SENAM PERBAIKAN POSTUR)

  • Author: Dewi Widyasmara, S.Kep.

Abstrak 
Dewi Widyasmara, S.kep 

(diklat dan PSDm RSUD Ajibarang)

Kesejahteraan karyawan merupakankomponen penting dari lingkungan kerjadan organisasi yang sehat.Kesejahteraan disini dapat merujuk padakesehatan mental dan fisik karyawan. Kesejahteraan mental dan fisik yang baik, akan berdampak pada maksimalnya kinerja sebuah lingkungan kerja atau organisasi. Pada sebuah rumah sakit, kesejahteraan karyawan merupakan salah satu hal yang menjadi prioritas utama. Pelayanan kesehatan kepada para pasien membutuhkan kondisi fisik dan mental yang optimal.

Karena pelanggan pada rumah sakit adalah pasien – pasien yang membutuhkan bantuan kesehatan dengan resiko paparan infeksi kepada petugas kesehatan, cedera fisik karena masalah ketidaktepatan postur saat mengangkat/ memindah pasien, serta resiko kejenuhan petugas yang melaksanakan pelayanan yang sama setiap harinya.Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ajibarang memandang hal tersebut sebagai resiko yang dapat dicegah atau dikurangi. Berdasarkan latar belakang diatas, RSUD Ajibarang menciptakan inovasi kegiatan bernama GERGAJI SEPUR. (https://mekari.com/blog/kesejahteraa n-karyawan)

sumber : https://www.persi.or.id/wp-content/uploads/2023/11/10.-K5_RSUD-Ajibarang_Gergaji-Sepur_Dewi-Widyasmara-085640748771-diklat-rsudajibarang.pdf 

Tahun Publikasi: 20 Aug 2024
Nursing Intervention Toward Quality of Life of Patients Undergoing Hemodialysis: A Systematic Review

https://doi.org/10.33755/jkk

  • Author: Gunawan Susanto, S.Kep.,Ns

Abstract

gunawan susanto, S.Kep.,Ns.

(perawat hemodialisa RSUD Ajibarang)


Aims: Patients diagnosed with chronic renal disease commonly experience a diminished quality of life. This systematic review endeavors to discern nursing interventions aimed at enhancing the quality of life amongindividuals with chronic kidney disease undergoing hemodialysis. These interventions adopt a holistic approach, encompassing psychological, social, and physical aspects.
Methods: A systematic review methodology was employed, utilizing ProQuest, Science Direct, and Google Scholar to search for relevant publications. In order to retrieve pertinent information, the databases were searched for complete English-language research articles published from 2013 to 2023.
Results: This study investigates two intervention categories, specifically physical and non-physical, aimed at improving the quality of life for individuals undergoing hemodialysis due to chronic renal disease. Deliberations reveal that nonphysical activities positively impact the psychological and social well-being of chronic kidney disease patients undergoing hemodialysis, whereas physical exercise promotes increased strength and endurance
Conclusions: Dialysis has an adverse effect on all dimensions of Quality of Life for individuals with Chronic Kidney Disease. This review serves as a valuable resource for clinicians, offering insights into the implementation of comprehensive nursing interventions for Chronic Kidney Disease patients undergoing dialysis, encompassing physical, psychological, and social aspects. Subsequent research endeavors should prioritize exploring the spiritual dimension, given the promising outcomes observed in spiritual interventions, which have demonstrated effectiveness in mitigating pain, addressing concerns related to death, and enhancing overall well-being.

Keywords: Hemodialysis, Nursing Intervention, Quality Of Life, Review

sumeber : https://journal.stikep-ppnijabar.ac.id/index.php/jkk/article/view/670/430 

Tahun Publikasi: 07 Oct 2019
Analysis of Factors Affecting the Weaning of Mechanical Ventilation at ICU RSUD Prof.Dr.Margono Soekarjo Purwokerto

http://jurnal.unpad.ac.id/pacnj

  • Author: ESTI DWI ANANI, S.Kep.,Ns.,M.Kep.

ABSTRACT

(esti dwi anani, M.kep)

Kasie Mutu SDM dan kerjasama

The weaning of mechanical ventilation is a complex process and depends on many factors. The failure to wean mechanical ventilation may lead to prolonged duration of mechanical ventilation, which may increase the risk of ventilator associated pneumonia (VAP), morbidity, mortality, increased hospital costs and lower quality of hospital services. In the year 2016, in ICU RSUD Prof.Dr.Margono Soekarjo Purwokerto, in average there is a 20% failure of mechanical ventilation, if not followed up will adversely affect the patient. Factors investigated in this study included patient, nurses, collaboration and organization. The purpose of this study is to analyze the factors that affect implementation of the weaning of mechanical ventilation in ICU Room Prof.Dr.Margono Soekarjo General Hospital Purwokerto. The method used in this research was descriptive quantitative analytic design with cross sectional approach on 47 mechanical ventilation weaning activities. The sample selection was conducted by accidental sampling technique. Measurements for nurses were carried out using validated values including knowledge, experience and collaboration. While the observation sheet included the implementation of standard operating procedures for mechanical ventilation weaning, collaboration, patients APACHE II score and weaning results.
The result of bivariate test showed that there were influence of patient (0.000), nurse (0,021), collaboration (0,024) and organization (0,011) to mechanical ventilation weaning activity. The result of logistic regression test showed that the patient was the most influential factor on mechanical ventilation weaning activity with 87% probability. Nurses should pay more attention to patients especially with high APACHE II scores (≥20) because of the risk of mechanical ventilation weaning failure. Assessment of weaning readiness must be carried out daily with appropriate assessment. While hospitals need to revise policies on mechanical ventilation weaning procedure and continue education and training programme related to patients criticality and collaboration.

sumber : https://jurnal.unpad.ac.id/pacnj/article/view/23981/12199 

Tahun Publikasi: 29 Aug 2024
Complementary therapy to reduce pain intensity to treat chronic pain in fracture patients:A systematic review

DOI: https://doi.org/10.33024/minh.v7i6.476

  • Author: Gunawan, S.Kep.,Ns

Abstract

Gunawan, S.Kep.,Ns.

(Perawat RSUD Ajibarang)

Background: Patients with fractures often experience significant pain. Complementary therapies are considered helpful in reducing pain levels in those suffering from fractures. The aim of thissystematic review is to explore the impact of complementary therapy on pain reduction in fracture patients.

Purpose: To assess the impact of complementary therapy affects fracture patients' levels of pain.Method: A systematic review approach in line with the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA) guidelines. Articles were gathered from online databases including Google Scholar, PubMed, and ScienceDirect, with full-text publications in English from 2012 to 2023. Among these, four were published in China and two in Iran. Quality evaluation was conducted using the Joanna Briggs Institute (JBI) Critical Appraisal Skills Program. The severity of pain in the six studies was measured using the standard Visual Analogue Scale (VAS).

Results: The review included six articles, which demonstrated that complementary therapies can reduce pain in fracture patients. Various complementary intervention techniques were utilized in the studies, including foot intervention, reflexology, auricular acupressure, and elbow intervention therapy. Before and after the interventions, the mean pain intensity scores were 5.72 ± 0.97 in the intervention group and 5.66 ± 0.92 in the control group.

Conclusion: Complementary intervention therapy can significantly reduce pain in patients with fractures. However, additional research is needed to confirm these findings and explore other complementary therapy methods.

Keywords: Complementary Intervention Therapy ; Fracture; Pain ; Randomized Controlled Trial ; Visual Analog Scale.

 

sumber jurnal : https://ejurnal.malahayati.ac.id/index.php/minh/article/view/476/354 

Tahun Publikasi: 29 Aug 2024
Robotic-assisted range of motion therapy on limb muscle tone in chronic stroke patients: A systematic review

DOI: https://doi.org/10.33024/minh.v7i6.471

  • Author: Nasim, S.Kep.,Ns.

Abstract

Nasim, S.Kep.,Ns.

(Kasie Keperawatan RSUD Ajibarang)

Background: Stroke is a sudden neurological deficit that arises from vascular damage in the central nervous system, which can lead to disabilities, particularly affecting the movement capabilities of those impacted. While often associated with older adults, the occurrence of stroke in younger individuals has risen in recent years. The disabilities that result from strokes in younger adults can contribute to economic challenges and areduced quality of life. To mitigate the functional limitations caused by stroke, interventions such as Robotic Range of Motion (ROM) can be utilized, taking advantage of technological advancements. Robotic ROM techniques can improve muscle tone in the limbs, and it is anticipated that consistent ROM interventions will effectively alleviate movement restrictions in these areas.

Purpose:To identify robotic-assisted range of motion therapy on limb muscle tone in chronic stroke patients.Method:A systematic review approach in line with the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA) guidelines. Articles were sourced from online databases such as PubMed, Google Scholar, and ProQuest. The review wasorganized according to the PICOS framework. In this article, the PICOS criteria were defined as follows: P: Stroke patients, I: Range of Motion (ROM) exercises using robotics, C: Inclusion of a control group, O: Improvement in muscle tone, S: Randomized Controlled Trial (RCT). The keywords used in the search included “range of motion,” “robotic intervention,” “muscular tone,” and “stroke patient.” Articles were selected based on specific inclusion criteria: publication within the last five years (2019-2024), English language, use of robotics in interventions, focus on stroke patients, application of randomized controlled trial research methods, and availability of the full text.

Results:The literature review of the five journals revealed that Robotic ROM interventions are effective in enhancing muscle tone in stroke patients. This conclusion is backed by clinical evidence gathered from the analysis of these journals.Conclusion:Based on the analysis of the five articles, it is evident that ROM interventionutilizing robotics through various methods positively affects the extremities of stroke patients.

Keyword: Muscular Tone; Range of Motion; Robotic Intervention; Stroke Patient.

 

Sumber : https://ejurnal.malahayati.ac.id/index.php/minh/article/view/471/344 

Tahun Publikasi: 29 Aug 2024
Deteksi dini gangguan pertumbuhan pada bayi risiko tinggi melalui monitoring berat badan:A systematicreview

DOI: https://doi.org/10.33024/hjk.v18i5.326

  • Author: Dwi Uji Kurniasih, S.Kep.,Ns.

Abstract

Oleh : Dwi Uji Kurniasih, S.Kep.,Ns.

(Kepala Ruang Perinatologi RSUD Ajibarang)

Background: Detection of growth disorders in high-risk infants is done by monitoring weight, length, and head circumference. It is important to monitor newborn weight as a first step in detecting growth disorders in both healthy and sick infants, as well as high-risk infants.Purpose: To detect early detection of disorders in high-risk infants through weight monitoring.

Method: Systematic literature review research uses the PICO approach, namely P (problem, patient, or population), I (intervention, prognostic factor, or exposure), C (comparison or control), and O (outcome). Writing literature with keywords “early detection AND growth disorders”, “monitoring AND high risk infants AND weight”, “monitoring weight AND high risk infants”. Identifying 11 articles and then filtering according to the topic of discussion, there were 5 articles related to early detection of disorders in high-risk infants through weight monitoring.

Results: Based on the 5 articles reviewed, it shows that monitoring can be applied with several methods, including using WHO growth charts for full-term neonates and Fenton charts for less-term neonates.Conclusion: With early detection by electronic weight method, it becomes easier to manage the failure of weight gain.

Suggestion: Neonatal Intensive Care Unit (NICU) nurses can apply the use of daily weight monitoring charts to neonates, especially high risk neonates.

Keywords: Baby's Weight; Early Detection; High Risk Infants; Low Weight Babies (LBW); Monitoring; Growth

 

sumber : https://ejurnal.malahayati.ac.id/index.php/hjk/article/view/326/274 

Tahun Publikasi: 23 Aug 2022
MPLEMENTASI MADU PADA PERAWATAN LUKA PASIEN APENDIKSITIS POST LAPARATOMI DENGAN MASALAH GANGGUAN INTEGRITAS KULIT/JARINGAN

  • Author: Erik Kuncoro S.Kep.,Ns & Edi Wibowo, S.Kep.,Ns.

Abstract: 

erik kuncoro, S.kep.,Ns, dan Edi Wibowo.,S.Kep.,Ns.

Background: the response that arises after laparotomy causes nursing problems to damage tissue integrity. Implementing proper wound care procedures will speed up wound healing. Honey can be used in various modern medicine because it has a therapeutic effect. 

Methods: This study used a descriptive design in the form of a case study approach to nursing practice. The case study in this study examined the integrity of the skin and tissue of post-laparotomy patients after effective wound care using honey for 3 x 2 4 hours. 

Results: The results showed that the patient's skin/tissue integrity disorders before being given implementation were signs of redness and minimal bleeding in the wound, while impaired skin/tissue integrity after being given implementation for 3x24 hours showed that the wound looked cleaner, there was no redness, there was no minimal bleeding. and no pus.

Conclusion: Nursing actions by doing wound care using honey can improve skin and tissue integrity which needs to be done in patients with impaired skin/tissue integrity disorders.

 

sumber : https://bajangjournal.com/index.php/JPM/article/view/3147/2263 

Tahun Publikasi: 30 Jun 2022
STUDI KASUS BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF PADA PASIEN PNEUMONIA DI RSUD AJIBARANG

https://jurnal.stikes-notokusumo.ac.id/index.php/jkn/article/view/193

  • Author: HERNOWO BUDI SANTOSO, S.Kep.,Ns.

Abstrak

oleh Hernowo Budi Santoso, S.Kep.,Ns.

 

Pneumonia is a health problem in the world with a high mortality rate both in developing countries and in developed countries such as America, Canada and European countries. This infection is generally spread from someone who is exposed to the surrounding environment or has direct contact with an infected person through hands or by breathing air (droplets) due to coughing or sneezing. The purpose of the study was to describe ineffective airway clearance nursing care in pneumonia patients with a case study descriptive research method. The research sample was pneumonia patients who experienced ineffective airway clearance and data collection techniques through interviews, observations, physical examinations and documentation studies. The results of the case study showed that the patient had signs and symptoms of additional ronchi breath sounds, RR 26 x/minute and the client said he was coughing up phlegm, phlegm was difficult to expel and it was difficult to breathe when coughing. The conclusion is that to carry out nursing care for ineffective airway clearance in pneumonia patients, chest physiotherapy nursing actions and effective coughing can be carried out.

 

sumber : https://jurnal.stikes-notokusumo.ac.id/index.php/jkn/article/view/193 

Tahun Publikasi: 04 Aug 2024
PENERAPAN MANAJEMEN VENTILASI MEKANIK TERHADAP PASIEN ARDS DENGAN GANGGUAN PEERTUKARAN GAS

https://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/view/3654

  • Author: Anik Hardiyanti, S.Kep.,Ns & Desi Rizki Rahmania, S.Kep.,Ns.

Abstrak

oleh :

Anik Hardiyanti, SKep.,Ns., &  Desi Rizki Rahmania, S.Kep.,Ns.

(perawat RSUD Ajibarang)

Intensive Care Unit (ICU) merupakan ruang rawat rumah sakit dengan staf dan perlengkapan khusus ditujukan untuk mengelola pasien dengan penyakit, trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa seperti pasien ARDS dimana kondisi klinis yang terjadi ketika sistem pernapasan gagal mempertahankan fungsi utamanya, yaitu pertukaran gas, di mana PaO2 lebih rendah dari 60 mmHg dan/atau PaCO2 lebih tinggi dari 50 mmHg. Pasien ARDS biasanya dirawat dengan bantuan ventilasi mekanik. Manajemen ventilasi mekanik digunakan untuk mengidentifikasi dan mengelola pemberian sokongan napas buatan melalui alat yang diinsersikan ke dalam trakea. Tujuan dari karya ilmiah ini adalah untuk menganalisa penerapan tindakan manajemen ventilasi mekanik pada pasien ARDS dengan masalah keperawatan gangguan pertukaran gas di ruang ICU RSUD Ajibarang. Karya ilmiah ini merupakan case study pada satu pasien yang dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari. Hasil dari penatalaksanaan manajemen ventilasi mekanik pada pasien adalah adanya perubahan nilai analisa gas darah yaitu pH 7.31, pCO2 82.8mmHg, pO2 154.7mmHg, pO2/FiO2 182.0% yang menunjukkan adanya peningkatan pertukaran gas dan perbaikan hasil analisa gas darah pasien.

 

sumber : https://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/view/3654